Lustrum Ke-7, USM Gelar Purnama Puisi di Atas Awan
SEMARANG – Hujan yang mengguyur cukup deras, seakan sengaja ikut hadir menambah kekhidmatan Purnama Puisi di Atas Awan.
Dalam suasana syahdu, sejumlah tokoh di Jawa Tengah dan para penyair saling berbalas ”menyanyikan” lantunan puisi yang sangat indah.
Purnama Puisi di Atas Awan ini digelar dalam rangka Ulang Tahun Ke-35 USM sekaligus Lustrum Ke-7.
Bertempat di Menara USM lantai 10, para penyair dan sejumlah tokoh membacakan kumpulan puisi karya Amir Machmud N.S, wartawan senior yang juga ketua PWI Jawa Tengah.
Dua puisi berjudul “Percakapan dengan Candi” dan “Dari Peradaban Gunadarma” mengawali kegiatan yang dibuka oleh sambutan dari Ketua MPR RI H Bambang Soesatyo SE MBA.
Bambang berpesan agar tidak menerima mentah-mentah globalisasi yang masuk, tetapi juga harus memfilter apa yang masuk dan harus diterapkan pada bangsa dan budaya Indonesia.
“Tak bisa kita pungkiri bahwa globalisasi banyak masuk ke Indonesia, tapi hendaknya kita sebagai bangsa Indonesia mempertahankan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia, mengedepankan kearifan lokal, jadi tidak hilang begitu saja nilai-nilai kebudayaan Indonesia,” ujar Bambang.
Dia mengapresiasi langkah USM dalam hari jadinya mengangkat nilai-nilai kebudayaan Indonesia. Selamat Hari Jadi USM, semoga semakin maju dan berprestasi, menjadi jembatan masa depan bagi generasi muda penerus bangsa,” ucapnya.
Tak hanya itu Ketua MPR itu menutup sambutannya dengan pembacaan puisi berjudul ”Sebutlah Ini Negeri Candi”.
Rektor USM, Dr Supari ST MT mengatakan, kegiatan yang digelar merupakan rangkaian HUT Ke-35 USM dan bekerja sama dengan PWI untuk mendukung kebudayaan sekaligus mempopulerkan progdi di Pariwisata di USM.
Suasana cukup gayeng ketika Rektor dan Ketua Pembina Yayasan Alumni Undip, Prof Dr Sudharto P Hadi MES PhD membaca puisi. Ketika Rektor membaca puisi berjudul “Menjauhkan Warisan Peradaban”, tamu undangan seakan di ajak ke dalam kawasan Candi.
Tak kalah indah, Prof Sudharto P Hadi MES PhD yang membacakan puisi berjudul “Borobudur, antara Konservasi dan Ekonomi” juga mampu membius para penonton.